Oleh: Marianus Gaharpung, Dosen & Lawyer domisili Surabaya
SIKKA - Ketika kasus tindak pidana korupsi terkuak di suatu daerah, maka independensi aparat penegak hukum mulai diintervensi oleh pejabat atau pengurus partai politik. Sehingga langkah pemberantasan korupsi agak terganggu yang diduga melibatkan oknum elit politik atau pejabat di daerah tersebut.
Hal demikian ini, tidak hanya membahayakan langkah penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, tapi juga mengancam tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik sesuai Undang Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Penegakan hukum dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik harus terbebas dari intervensi pihak luar, termasuk di dalamnya adalah elit politik dan pejabat di daerah tersebut. Oleh karena itu, semua instansi penegak hukum Polri, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani melawan intervensi dari Parpol, korporasi serta pejabat di daerah yang diduga mengganggu jalannya penegakan hukum.
Institusi penegak hukum itu seharusnya bebas dari intervensi maupun penyalahgunaan kewenangan sebagai penegak hukum.Peristiwa penyegelan kantor BPKAD oleh Kejaksaan Negeri Sikka beberapa waktu lalu dalam rangka menyita dokumen yang berkaitan dugaan tindak pidana korupsi dana BTT BPBD T.A 2021 sejumlah 900 juta lebih sudah sesuai dengan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana terlebih dahulu dengan penetapan sita. Pengadilan Negeri.
Atas dasar ini, warga Nian Sikka harus mengkawal ketat proses penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Sikka agar jangan ada dugaan intervensi dari oknum pejabat dan elit politik di Nian Tanah Sikka dengan segera memanggil bendahara pembantu dana BTT, kepala BPBD periode 2021, Sekretaris Daerah dan Bupati Sikka sebagai penanggungjawab keuangan Pemkab Sikka dan terutama ketika Bupati Sikka berkali-kali melakukan perubahan APBD T.A 2021 dengan tanpa persetujuan DPRD. Akibatnya BTT naik drastis dan fantastis hingga mencapai 274, 95 persen.