Oleh : Marianus Gaharpung, dosen dan lawyer di Surabaya
SIKKA - Dengan pendasaran logika apa saja tidak bisa diterima dari aspek tatakelola pemerintahan yang baik jika Bupati Sikka, Roby Idong melakukan perubahan empat kali APBD Sikka dengan Peraturan Bupati (perbup) Sikka tanpa persetujuan DPRD Sikka apalagi dengan kenaikan sangat tidak rasional yakni 294, 75 persen di tahun 2021 kondisi Kabupaten Sikka tidak ada bencana dan tanggap darurat.
Sehingga pertanyannya, atas dasar dan tujuan apa Roby Idong berani menabrak peraturan dengan menaikkan anggaran yang tidak masuk akal. Apa karena tidak tahu atau memang ada dugaan kesengajaan.
Oleh karena itu, dari logika penegakan hukum, Kejaksaan Negeri Sikka sudah "on track" (pada jalan yang benar) mulai dengan penyitaan dokumen di kantor BPKAD Sikka karena disana tersimpan semua informasi tentang penggunaan uang untuk apa, dasar penggunaan uang dengan peraturan apa, uang tersebut dipakai oleh siapa dan siapa yang berwenang memerintahkan uang tersebut digunakan).
Karena dari aspek hukum seorang kepala daerah (Bupati Sikka) ketika melakukan perubahan APBD wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Ini pendasaran hukumnya, bahwa dalam hal rancangan dan penetapan peraturan daerah tentang: - APBD; - Perubahan APBD; dan - Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, maka Kepala daerah (Bupati) wajib melibatkan DPRD untuk dibahas bersama dan DPRD wajib memberikan persetujuan atas rancangan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan c PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Oleh karena itu, sekali lagi atas dasar logika hukum apa Roby Idong berani melakukan perubahan APBD Sikka dengan Perbup sampai empat kali?
Dugaan kuat Roby sebagai Bupati Sikka melanggar hukum Pasal 2 Undang Undang No. 31 tahun 1999 dengan Perubahan Undang - Undang No. 20 tahun 2001 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi.
Jika perubahan tersebut dengan alasan tahun 2021 di Sikka ada bencana alam berat serta perlu adanya tanggap darurat, maka perubahan APBD tersebut tanpa persetujuan dewan cukup memberitahu Gubernur NTT sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah dalam kaitannya dengan penggunaan uang negara atau daerah, wujud asas dekonsentrasi.
Sebab kondisi darurat atau keadaan mendesak, kepala daerah (bupati) mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan tertentu terkait pengelolaan keuangan daerah yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat. Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah). Kewenangan yang dimaksud adalah diskresi berdasarkan Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat. Diperlukannya persetujuan tersebut dikarenakan penggunaan diskresi yang akan dilakukan berpotensi membebani keuangan negara.
Bupati Sikka hendak melakukan diskresi yang berpotensi mengubah APBD dengan Perbup dengan mengubah alokasi anggaran, maka berdasarkan Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) UU 30 Tahun 2014, Bupati bukan memberitahu DPRD melainkan atasan pejabat, sebab hal tersebut berkaitan dengan keuangan negara maupun daerah. Dalam hal ini, atasan pejabat yang dimaksud adalah Gubernur.
Konsep diskresi diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 1 angka 9 UU 30 Nomor 2014 bahwa diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelanggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang: - memberikan pilihan - tidak mengatur - tidak lengkap atau tidak jelas Dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Realita di Sikka tahun 2021 tidak pernah ada bencana alam dan tanggap daerah sehingga Bupati Sikka nekad melakukan perubahan APBD empat kali dgn kenaikan 294, 75 persen adalah sangat tidak rasional. Atas realita ini, Kejaksaan Negeri Sikka wajib memanggil dan periksa Roby Idong Bupati sebagai penanggungjawab keuangan daerah.
Jika dugaan kuat, Roby Idong dan orang dalam di Kejaksaan Negeri Sikka pergi ke Jakarta untuk meminta pertolongan agar penyidikan kasus dugaan korupsi dana BTT T.A 2021 kantor BPBD Sikka 900 juta lebih tidak melebar kemana mana termasuk memanggil dan memeriksa Roby Idong dan oknum pengusaha (korporasi) di Sikka, sebagaimana opini Petrus Selestinus di Media Suara Sikka, 25 Juli, maka kini saat yang tepat adanya people power warga Nian Tana Alok mendesak DPRD Sikka panggil Bupati Sikka berdasarkan hak interpelasi (minta keterangan) mengapa perubahan APBD empat kali tanpa persetujuan dewan.